Suatu  ketika, kejadiannya beberapa tahun lalu ketika saya masih tinggal di  Cinere. Ibu tetangga saya bercerita bahwa kemarin sore mobilnya dibaret  oleh supir angkot di pasar Pondok Labu. Kalau anda pernah melewati pasar  tersebut, anda pasti akan mengalami kemacetan karena ruas jalan yang  menyempit akibat banyaknya pedagang dan orang yang berbelanja. Si ibu  tersebut kebetulan lewat disana dan didepan ada angkot yang ngetem  di jalan sehingga mobil-mobil yang ada dibelakang tidak bisa jalan. Ketika dia membunyikan klakson, disitulah terjadi malapetakanya. Si supir  angkot yang jelas-jelas salah dan telah berlaku dzalim tersebut keluar  dari kendaraannya lalu membawa sepotong paku mendatangi mobil si ibu  yang kebetulan menyetir sendirian. Dengan ganas si supir angkot membaret  mobil dan berteriak marah: ”Situ orang kaya, enak-enak dalam mobil ber  A/C. Jangan coba-coba mengusik rakyat seperti saya yaa!” Malang  nasib tetangga saya tersebut, tidak berani melawan dan hanya diam  ketakutan, berhadapan dengan ‘rakyat’ yang lagi marah. 
Di suatu  kejadian lain di wilayah BSD – Bumi Serpong Damai, seorang yang hendak  pindah kerumahnya yang baru, di sebuah kompleks perumahan yang kebetulan  bertetangga dengan wilayah penduduk asli. Sebagai orang baru maka calon  penghuni rumah ini berinisiatif untuk melakukan silaturahmi dengan para  tetangga, ngajak berbincang-bincang, tidak lupa shalat bersama di  musholla penduduk. Ketika tiba saatnya dia pindah rumah lalu datang  dengan membawa barang-barang perabot, anak-anak muda tetangganya  tersebut mengerumuni dengan muka tidak ramah, mereka bilang: ”Kami yang  berhak untuk menurunkan barang-barang dari truk, bapak harus peduli  kepada penduduk setempat untuk memberikan mereka pekerjaan.” Padahal  calon penghuni tersebut sudah membawa kuli sendiri. Kalau dia menolak  dan memaksa untuk memakai kuli yang sudah dibawa, akan terjadi keributan,  bisa terjadi perkelahian karena pemuda setempat merasa jatahnya direbut  orang lain, bahkan kehidupan si penghuni rumah bisa tidak aman, karena  bisa sewaktu-waktu dilempari batu. Akhirnya ditemukan jalan keluar, duit  upah tetap diberikan kepada para pemuda setempat, namun pekerjaan tetap  dilakukan oleh kuli yang sudah dibawa karena orang tersebut khawatir  barangnya akan rusak kalau diurus oleh para pemuda setempat. Orang ini  terpaksa mengeluarkan biaya ekstra untuk ‘uang preman’. Rupanya buat  para pemuda kampung tersebut ada prinsip ‘apapun harus jadi duit, tidak  peduli memeras tetangganya sendiri’. 
Satu  lagi kejadian ketika banjir datang di Jakarta, sengaja saya sampaikan  contoh yang komplit biar mata kita terbuka. Seorang ibu yang  tinggal dibantaran kali ditanya oleh salah seorang reporter televisi  tentang sampah yang menggunung di sungai. Reporter tersebut bertanya  :”Mengapa penduduk masih saja membuang sampah dikali?”. Dengan enaknya  si ibu menjawab :”Memang tempatnya disana koq.” Lalu si reporter  bertanya lagi: ”Kan bisa menyebabkan banjir?” Si ibu menjawab tidak  mau kalah: ”Urusan banjir itu kerjaannya Gubernur, buat apa jadi  Gubernur kalau tidak bisa mengurus banjir?”
Kita  akan mengatakan semua contoh tersebut sebagai ‘kedzaliman oleh rakyat’.  Kedzaliman tidak hanya datang dari pihak yang berkuasa dan para pejabat  saja. Kedzaliman bisa datang dari rakyat biasa, supir angkot yang  ngetem sembarangan, tukang becak yang tidak peduli dengan orang lain,  pemungut sampah yang suka mengambil sampah berikut dengan  tempat-tempatnya, pelayan toko yang tidak menggubris pembeli, office-boy yang tidak bekerja sesuai fungsinya. Apa yang terjadi dengan para  pejabat di negeri ini, ketika mereka dengan enaknya melakukan  penyelewengan dan korupsi, juga terjadi pada masyarakat kebanyakan,  dengan kapasitasnya masing-masing untuk menyengsarakan orang lain. 
Semua  bersumber kepada moralitas yang tipis, tidak ada lagi rasa malu, merasa  bebas bertindak sampai menyusahkan orang. Sebagaimana para koruptor dan  anak istrinya yang tenang-tenang saja sekalipun keluar masuk pintu  gedung KPK karena ketahuan korupsi, sebagian masyarakat bawah yang  melakukan kedzaliman pun punya gaya yang sama. Mungkin ini disebabkan  oleh sebagian manusia memang sudah tidak dekat lagi dengan nilai-nilai  yang diajarkan agama mereka. Padahal kalau mereka tahu apa yang  disampaikan Rasulullah, tentu semuanya akan berpikir panjang untuk  melakukan kezaliman terhadap orang lain : 
“Tidak masuk surga seseorang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (Hadits Muslim)
Sumber: hikmah.muslim-menjawab.com
YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page Lampu Islam: facebook.com/LampuIslam
Facebook Page Lampu Islam: facebook.com/LampuIslam

No comments:
Post a Comment