Bismillahirrahmanirrahim
Mungkinkah manusia bisa "menipu" Tuhan? Jika dibaca sepintas judul artikel ini tentu akan memberikan konotasi yang sangat negatif, bagaimana mungkin seorang hamba bisa menipu tuhannya? bukankah Allah SWT Maha Mengetahui apa yang yang tersirat dan tersurat di dalam hati sanubari hambanya yang paling dalam. Kisah ini kami ambil dari kultwit salah satu akun twitter yang kami follow, tentang kisah dialog abunawas yang fenomenal itu dengan muridnya, cukup menarik untuk disimak.
Berikut Al Kisah Abu Nawas dan muridnya ...
Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama. Orang pertama mulai bertanya, "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil ?" "Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil" jawab Abu Nawas. "Mengapa ?" kata orang pertama tersebut. "Sebab dosa kecil, lebih mudah diampuni oleh Tuhan" kata Abu Nawas. Orang pertama pun puas karena ia memang yakin begitu.
Orang kedua datang bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa2 besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil ?". "Orang yang tidak mengerjakan keduanya" jawab Abu Nawas. "Mengapa begitu?" tanya orang kedua. "Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan" jawab Abu Nawas. Orang kedua tersebut langsung bisa mencerna jawaban dari Abu Nawas.
Orang ketiga juga datang dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil ?". "Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar" jawab Abu Nawas. "Mengapa demikian?" tanya orang ketiga tersebut. "Sebab ampunan Allah kepada hamba-Nya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu" jawab Abu Nawas. Orang ketiga menerima alasan Abu Nawas. Kemudian ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.
Karena belum mengerti, seorang murid Abu Nawas bertanya. "Guru mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yg berbeda ?". "Manusia dibagi tiga tingkatan : Tingkatan MATA, tingkatan OTAK dan tingkatan HATI" jawab Abu Nawas.
"Apakah yg di maksud tingkatan mata itu guru ?" tanya murid Abu Nawas dengan sangat serius. "Anak kecil yang melihat bintang di langit, ia mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata" jawab Abu Nawas mengandaikan.
"Apakah tingkatan otak itu ?" tanya murid Abu Nawas, kembali dengan gestur yang sangat serius Abu Nawas menjawab. "Orang pandai yang melihat bintang di langit, ia mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan".
"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas, murid tersebut makin penasaran, "Orang yang paham dan mengerti, apabila melihat bintang di langit, la akan mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar, Karena bagi orang yang paham dan mengerti, tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan Kebesaran Allah SWT" Jawab Abu Nawas menerangkan.
Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda. la bertanya lagi, "Wahai guru, mungkinkah manusia bisa "Menipu" Tuhan ?, dan mengampuni dosa-dosa kita". Mungkin" jawab Abu Nawas. "Bagaimana caranya ?" tanya murid Abu Nawas ingin tahu. "Dengan merayu Tuhan melalui pujian dan doa" kata Abu Nawas.
"Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru, aku ingin mengamalkannya" pinta murid Abu Nawas. Begini doanya "Ilahi lastu lil firdausi ahla, wala aqwa'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil 'adhimi".
Berikut Al Kisah Abu Nawas dan muridnya ...
Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama. Orang pertama mulai bertanya, "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil ?" "Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil" jawab Abu Nawas. "Mengapa ?" kata orang pertama tersebut. "Sebab dosa kecil, lebih mudah diampuni oleh Tuhan" kata Abu Nawas. Orang pertama pun puas karena ia memang yakin begitu.
Orang kedua datang bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa2 besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil ?". "Orang yang tidak mengerjakan keduanya" jawab Abu Nawas. "Mengapa begitu?" tanya orang kedua. "Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan" jawab Abu Nawas. Orang kedua tersebut langsung bisa mencerna jawaban dari Abu Nawas.
Orang ketiga juga datang dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil ?". "Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar" jawab Abu Nawas. "Mengapa demikian?" tanya orang ketiga tersebut. "Sebab ampunan Allah kepada hamba-Nya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu" jawab Abu Nawas. Orang ketiga menerima alasan Abu Nawas. Kemudian ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.
Karena belum mengerti, seorang murid Abu Nawas bertanya. "Guru mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yg berbeda ?". "Manusia dibagi tiga tingkatan : Tingkatan MATA, tingkatan OTAK dan tingkatan HATI" jawab Abu Nawas.
"Apakah yg di maksud tingkatan mata itu guru ?" tanya murid Abu Nawas dengan sangat serius. "Anak kecil yang melihat bintang di langit, ia mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata" jawab Abu Nawas mengandaikan.
"Apakah tingkatan otak itu ?" tanya murid Abu Nawas, kembali dengan gestur yang sangat serius Abu Nawas menjawab. "Orang pandai yang melihat bintang di langit, ia mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan".
"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas, murid tersebut makin penasaran, "Orang yang paham dan mengerti, apabila melihat bintang di langit, la akan mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar, Karena bagi orang yang paham dan mengerti, tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan Kebesaran Allah SWT" Jawab Abu Nawas menerangkan.
Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda. la bertanya lagi, "Wahai guru, mungkinkah manusia bisa "Menipu" Tuhan ?, dan mengampuni dosa-dosa kita". Mungkin" jawab Abu Nawas. "Bagaimana caranya ?" tanya murid Abu Nawas ingin tahu. "Dengan merayu Tuhan melalui pujian dan doa" kata Abu Nawas.
"Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru, aku ingin mengamalkannya" pinta murid Abu Nawas. Begini doanya "Ilahi lastu lil firdausi ahla, wala aqwa'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil 'adhimi".
Wahai Tuhan ku, aku ini TIDAK PANTAS menjadi penghuni SURGA, tetapi aku juga TIDAK AKAN KUAT terhadap panasnya Api NERAKA, Oleh sebab itu, terimalah tobatku, serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang Maha Mengampuni dosa-dosa besar".
Alhamdulillah, kisah ini saya kutip, karena sangat menyentuh dan inspiratif, bahwa Pemilik KEBENARAN yang Mutlak dan Hakiki adalah Dia. Dia Sang Pencipta dan Kreator semesta Alam beserta isinya. Terima kasih bagi yg telah menyimak.
No comments:
Post a Comment