Search This Blog

Jun 23, 2013

Tanggapan Tulisan Pdt Teguh Hindarto Tentang Keabsahan Masjidil Aqsha Adalah Yerusalem

💬 : 0 comment
 Oleh :Febri Ardian Pangestu

Catatan dan tanggapan terhadap Tulisan Pdt. Teguh Hindarto (Shem Tov) 


 سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ 
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar, lagi Maha Melihat." – (QS.17:1)

Banyak misionaris atau kristen anti islam yang menjadikan ayat diatas menjadi ayat yang problematis dan menjadi bahan untuk menghembuskan keragu-raguan terhadap keshahihan quran. Salah satunya adalah Pdt. Teguh Hindarto. Pdt. Teguh hindarto dalam tulisannya (link di atas) menyatakan:
Kita akan pertajam keraguan Atho Mudzhar dengan membandingkan kesaksian sejarah bahwa Masjidil Aqsha baru ada atau baru didirikan pada Abad VIII Ms sementara Muhamad saat melakukan Israk dan Mikraj terjadi pada Abad VI Ms. Trias Kuncahyono memberikan laporan mengenai pembangunan Masjid Kubah Batu Karang dan Al Aqsha sbb: “Catatan paling cemerlang Dinasti Ummayad di Jerusalem adalah di zaman khalifah keempat, Abd al-Malik (berkuasa 685-705). Di masa kekhalifahannya atas perintahnya, didirikannlah Dome of the Rock di Tempe Mount. Putra Khalifah Abd al Malik, al Walid (berkuasa 705-715) adalah yang memprakarsai pembangunan Masjid Al Aqsha yang terletak di ujung selatan temple Mount” (Jerusalem: Kesucian, Konflik dan Pengadilan Terakhir,Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008, hal 154).
Muhamad wafat tahun 632 Ms. Berarti peristiwa Israk dan Mikraj yang kontroversial tersebut terjadi sebelum tahun 632 Ms. Sementara Masjidil Aqsha yang di Yerusalem baru berdiri sekitar tahun 705 ke atas. Lalu Masjidil Aqsha mana yang telah disinggahi Muhamad dan disitir dalam Qs 17:1? 

Benarkah masjidil aqsha baru didirikan setelah wafatnya Muhammad SAW?
Benarkah masjidil aqsha bukanlah baitul maqdis (bet ha miqdash) di yerusalem?
Benarkah terjadi kekeliruan sejarah?
Mari kita luruskan.

1. Khalifah-khalifah setelah rasulullah tidak membangun masjid al aqsa dari awal. 

Mari simak keterangan Jewish Encyclopedia,

After the conquest of Jerusalem by the Arabs the city soon took on a Mohammedan aspect. In 688 the calif 'Abd al-Malik built the Dome of the Rock; in 728 the cupola over the Aqsa mosque was erected, the same being restored in 758-775 by Al-Mahdi... 

Perlu dicatat Dome of Rock dan Masjid Al aqsa adalah dua hal yang berbeda. Dinyatakan bahwa pada tahun 688 khalifah abdul malik membangun dome of rock (qubatussakhra) dan pada tahun 728 membangun kubah di atas masjid al aqsa. Sama sekali tidak dikatakan membangun masjid al aqsa (pertama kali) melainkan meninggikan dan mendirikan kubah di atas masjid yang artinya masjid al aqsa sudah eksis!

In the reign of Caliph 'Abd-al-malik (684-705, the fifth Ommaid caliph, at Damascus) the people of Iraq revolted and got possession of the Hijaz. In order to give his followers a substitute for the haraman (Mecca and Medina), which they were prevented from visiting, he resolved to make Jerusalem a centre of pilgrimage. He, therefore, set about to adorn the place of the Temple with a splendid mosque.. 

dari Ensiklopedia Katolik diatas jelas sekali disebut “the place of the Temple” artinya disitu sudah eksis situs peribadatan yang kemudian didirikan sebuah bangunan yang megah olehnya. Dalam konteks al aqsa, khalifah hanya merenovasi atau membangun kembali menjadi bangunan yang seperti kita lihat hari ini. Sebagaimana tempat itu sudah pernah dihancurkan dan dibangun kembali. Khalifah tidak membangun dari awal karena strukturnya sudah ada. Dan sudah dijadikan masjid (tempat shalat/bersujud) oleh muslim sebelum Khalifah abdul malik merenovasinya (dibahas pada poin 2).

2. Tinjauan linguistik kata masjid 

Kata “masjid” (dengan dikasrah) menunjukkan isim makan (tempat) untuk “sujud” (Az Zarkasyi, I`lam As-Sajid Bi-Ahkamil Masajid). Secara bahasa, masjid menunjukkan arti tempat untuk bersujud kepada Tuhan bagi orang orang beriman (tanpa dibatasi jenis agama). Dalam surah Al Isra' ayat 7, diceritakan tentang penghancuran “masjid” di yerusalem oleh musuh bani israil. “Masjid” yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Temple of Yerusalem, Haikal Sulaiman. Kemudian, secara istilah syar’iyyah, masjid merujuk secara khusus pada tempat ibadah umat islam baik dengan atau tanpa bangunan masjid di atasnya.

Perjalanan isra’ oleh rasulullah SAW menurut surah Al Isra' adalah dari masjidil haram ke masjidil aqsa. Semua akan sepakat bahwa masjid al haram berlokasi di makkah. Sementara lokasi masjid al aqsa inilah yang dipermasalakan. Jika masjid al aqsa dikatakan baru dibangun pada zaman khalifah abdul malik setelah rasulullah wafat dengan merujuk pada eksistensi bangunan seperti yang kita saksikan masjid al aqsa modern hari ini, maka masjid al haram saat itu juga tidak eksis. Karena yang ada hanyalah ka’bah dan pelataran dengan batas batu atau lainnya. “Pintu” masjid juga tentu bukan gerbang besar seperti bangunan masjid hari ini. Masjid model terbuka tanpa atap sudah lama eksis.

Bukti arkeologi menunjukkan masjid tidak selalu merujuk pada sebuah “bangunan” yang tertutup dengan atap atau kubah bahkan cukup dibatasi dengan lapisan/dinding batu.



Di atas adalah gambaran peninggalan masjid Besor dan masjid di nahal Oded. Demikianlah gambaran “masjid” zaman lampau. Tidak ada kubah. Hanya “bangunan” berupa tumpukan batu sebagai pembatas. “bangunan” mihrab sederhana. “pintu” juga hanya sebagai tempat masuk dan jangan dibayangkan ada daun pintu atau gerbang seperti bangunan masjid saat ini.

Pada tahun 670, Uskup Arculfus, yang berkunjung ke yerusalem menceritakan:

On the famous place where once stood the temple, the Saracens worship at a square house of prayer, which they have built with little art, of boards and large beams on the remains of some ruins... 
(Alistair. Duncan, The Noble Sanctuary: Portrait Of A Holy Place In Arab Jerusalem).

Yup. Belum terjadi penaklukan yerusalem dan pembangunan (kembali) bangunan masjid al aqsa tapi sudah ada muslim yang shalat di sana. Tidak ada bangunan masjid seperti masjid al aqsa hari ini. Tapi yang disana adalah reruntuhan haikal sulaiman. Kenapa ada orang arab yang jauh jauh shalat disana? Karena sebagaimana iman muslim, shalat disana memiliki keutamaan seribu tahun dan termasuk salah satu dari 3 masjid yang hanya diperintahkan untuk berziarah ke atasnya. Ya disanalah masjid al aqsa berada.

3. Masjid al aqsa adalah memang Baitul Maqdis atau Bet Ha Miqdash di yerusalem.

Ayat quran dan hadits baik langsung dan tidak langsung memang menunjuk pada baitul maqdis. Perhatikan ayat yang saya kutip di awal,

Minal masjidil haram ilal masjidil aqsalladzii baarakna haulahu 
(dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa masjid al aqsa berada pada tanah yang diberkati. Holy Land. Saya tidak memerlukan banyak argumentasi untuk menunjukkan pada pak Pendeta bahwa tanah yang diberkati merefer pada tanah kanaan, tanah palestina. Dalam banyak ayat dalam quran juga menunjukkan demikian dan saya rasa saya tidak perlu membantu pak pendeta untuk mencari di alkitab bahwa tanah kanaan adalah tanah yang diberkati. Karena banyak disebut.

Dan jelas lokasinya di bumi bukan seperti argumen nyeleneh bahwa masjid al aqsa itu berada di langit (http://forum-iqro.blogspot.com/2009/01/baitul-maqdis-bukan-masjid-al-aqso.html) -lebih lanjut akan dikupas di bagian akhir catatan ini- yang diamini oleh pak pendeta sehingga melahirkan pemahaman bahwa masjid al aqsa dalam quran dan baitul maqdis (bet ha miqdash) itu berbeda.

Hadits-hadits yang banyak menyatakan bahwa perjalanan isra’ itu ke baitul maqdis,

Ketika kaum Quraisy mendustakan perjalananku ke baitul Maqdis, aku berdiri di Hijr (Ismail) lalu Allah menampakkan Baitul Maqdis kepadaku. Sehingga aku beri tahu kepada mereka tanda-tandanya dan aku melihatnya
(H.R. Bukhari no.4341 Aplikasi Lidwa)

Sangat eksplisit bahwa perjalanan isra’ itu adalah ke baitul maqdis. Pilihan kata yang digunakan jelas "baitul maqdis" untuk merefer masjidil aqsa dimana beliau diisra'kan. Baitul maqdis yang mana? baitul maqdis dimana muslim saat itu selama 16-17 bulan berkiblat shalat ke arahnya (H.R. Bukhari No. 384 aplikasi Lidwa). Kiblat shalatnya bani israil, yang tak lain dan tak bukan adalah baitul maqdis di yerusalem. Yang kemudian muslim disyariatkan memalingkan arah kiblat shalat ke masjidil haram (hingga hari ini). Tidak ada penafsiran lain tentang “baitul maqdis” yang disebut dalam hadits isra’ tersebut.

Saat itu memang ada yang mendustakan kisah isra’nya Muhammad SAW tapi tidak diriwayatkan ada yang punya interpretasi lain bahwa masjidil aqsa yang dimaksud bukan baitul maqdis di yerusalem. Bahkan sebagian mereka yang merasa pernah berkunjung ke sana (yerusalem) “mengetes” apakah muhammad SAW berdusta atau apakah benar masjid al aqsa yang dimaksud adalah tempat yang sama dengan baitul maqdis di yerusalem. Muhammad SAW menunjukkan ciri-cirinya (tiang dan sesuatu yang bisa dilihat) sehingga membuat sebagian mereka mengimani kisah ini.

Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: Ketika malam aku diisra'kan dan subuhnya aku telah sampai di Makkah, aku mengkhawatirkan urusanku, dan aku tahu bahwasanya manusia akan mendustakanku. Kemudian aku duduk bersedih hati. Ia Ibnu Abbas) berkata: Kemudian melintaslah musuh Allah, Abu Jahl. Dia datang sehingga duduk di dekat beliau, kemudian berkata kepada beliau: Kamu tampak bersedih, apakah ada sesuatu? Rasulullah SAW pun menjawab: Ya. Dia berkata: Apa itu? Beliau menjawab: Sesungguhnya aku diisra'kan malam tadi. Dia berkata: Ke mana? Beliau menjawab: Ke Bait al-Maqdis. Dia bertanya: Kemudian engkau subuh sudah ada di hadapan kami (di Makkah ini)? Beliau jawab: Ya. Ia berkata: Namun dia tidak menampakkan sikap bahwa dia mendustakannya karena takut beliau tidak mau menceritakan hal itu lagi jika kaumnya dipanggilkannya. Dia berkata: Tahukah engkau, jika engkau hendak mendakwahi kaummu, kau harus kisahi mereka apa yang barusan kau ceritakan padaku. Rasulullah SAW pun menjawab: Ya.
Kemudian dia berseru: Kemarilah wahai penduduk Bani Ka'ab bin Lu`ai! Lalu mereka berkumpul kepadanya datang sampai duduk mengelilingi keduanya. Dia berkata: Kisahi kaummu apa yang telah engkau kisahkan kepadaku. Rasulullah SAW pun berkata: Sesungguhnya malam tadi aku diisra'kan. Mereka bertanya: Ke mana? Kujawab: Ke Bait al-Maqdis. Mereka bertanya: Kemudian subuh engkau berada di depan kami. Beliau menjawab: Ya. Ia (Ibnu Abbas) berkata: Maka ada yang bersorak dan ada yang meletakkan tangannya di atas kepala heran atas kebohongan itu (menurut mereka). Mereka berkata: Dan apakah engkau dapat menyifatkan kepada kami masjid itu? Dan di antara penduduk ada yang pernah pergi ke negeri itu dan pernah melihat masjid itu. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Maka aku mulai menyebutkan ciri-cirinya dan tidaklah aku berhenti menyifatkan sehingga aku lupa beberapa cirinya." Beliau bersabda: "Lantas didatangkanlah masjid sampai diletakkan tanpa kesamaran sehingga aku dapat melihat(nya). Maka aku menyifatkannya dengan melihat hal itu." Ia berkata: Dan sampai ini, ada sifat yang tidak aku hafal. Ia berkata: Kemudian ada kaum yang berkata: "Adapun sifat tersebut, demi Allah, ia benar."
(HR Ahmad (2680). Disahkan al-Albani dalam ash-Shahihah (VII: 3021)). 

Dus, sudah diketahui saat itu bahkan saat Muhammad SAW baru menceritakan kisah isra’nya dan turunnya surat al isra’ bahwa masjidil aqsa tidak lain tidak bukan adalah baitul maqdis. Istilah masjid al aqsha dan baitul maqdis yang saling dipertukarkan karena merefer makna yang sama memang sudah digunakan sejak zaman rasulullah,

“Janganlah berusah payah melakukan perjalanan kecuali ke tiga masjid: masjidil haram, masjidku , dan masjid baitul maqdis” 
(HR Ahmad No.11256 Aplikasi Lidwa)

“...dan tidak ditekankan untuk berziarah kecuali untuk mengunjungi tiga masjid, masjid al haram, masjid al aqsha, dan masjidku ini” 
(HR. Bukhari No.1122 Aplikasi Lidwa)

Maka, tuduhan bahwa dibangunnya (kembali) masjidil aqsha oleh Khalifah abdul malik dekat qubah as sakhra (dome of rock) untuk menjustifikasi kisah isra’ mi’raj gugur karena istilah masjidil aqsa dan baitul maqdis sudah digunakan dan saling dipertukarkan sebelumnya untuk merefer ke tempat yang sama. Tidak ada keraguan sama sekali tenatang hal ini.

Benarlah pernyataan kekaguman Prof. Neal Robinson dalam bukunya “Discovering The Qur'an: A Contemporary Approach To A Veiled Text”:

The [Muslim] tradition which identifies it [i.e., al-Masjid al-Aqsa] with the Temple Mount in Jerusalem makes admirable sense in view of the fact that the ‘place of worship’ (masjid) whose destruction is evoked in v. 7 [i.e., 17:7] is clearly the Temple. 

Tradisi muslim yang mengidentifikasi masjid al aqsa dengan temple mount of yerusalem menimbulkan rasa kekaguman mengingat fakta bahwa “masjid” yang dihancurkan (dalam ayat 7 surat al isra’) jelas jelas adalah Temple (of yerusalem).

Diskusi Lanjutan 
Argumen muslim Prof Atho’ Mudzar (?) Dosen IAIN (?)

Sudah disebut sebelumnya bahwa Pdt menyebut ada dosen IAIN (Atho Mudzar?) yang berpemahaman bahwa Masjid al Aqsa bukanlah baitul maqdis di Palestina melainkan di Sidratul Muntaha (di langit) dengan argumen utama:

Jika Masjid Al Aqso, yang berarti “Mesjid Yang Jauh” seperti tercantum pada ayat diatas, dianggap sebagai Baitul Maqdis yang di Palestina, maka ini akan kontradiktif (bertentangan) dengan QS 30 ayat 2 – 3, dimana dikatakan pada ayat tersebut bahwa Palestina adalah “Negeri Yang Dekat”. Dan jika dikondisikan dengan masa kini (ingat, Al Qur’an berlaku sepanjang zaman) maka istilah masjid yang jauh untuk Baitul Maqdis menjadi tidak relevan lagi, karena banyak mesjid yang berjarak lebih jauh dari Masjid Al Harom dibanding Baitul Maqdis, misal Masjid Istiqlal di Jakarta. Dan tidak mungkin di dalam Al Qur’an ada kontradiktif antar ayat-ayat-NYA. 

Komentar:

Ada 2 hal yang perlu diluruskan. Pertama, yang lebih tepat secara harfiah masjid al aqsa berarti "masjid TERJAUH" bukan "masjid YANG JAUH". Kedua, Ayat 2-3 surat Ar-Ruum yang disitir di atas yang lebih tepat secara harfiah adalah "negeri YANG TERDEKAT bukan "negeri YANG DEKAT"

Makna ter- menjadi sangat relatif tergantung teks dan konteks katanya. Jika dikatakan "RS terdekat berjarak 100KM" tidak berarti 100KM itu dekat. Tapi konteksnya memang tidak ada lagi RS yang lebih dekat.

Ayat 2-3 Ar Ruum menyebut palestina sebagai negeri yang terdekat. Secara geografi sebenarnya ada beberapa negeri yang lebih dekat dibanding palestina misalnya Negeri Yaman. Tapi bukan berarti ayat itu salah. Negeri terdekat disitu konteksnya adalah negeri terdekat yang berada dalam kekuasaan romawi yang saat itu dikisahkan (dalam ayat tersebut) ditaklukan persia. Bukan negeri yang secara geografis terdekat, per se.

Ayat pertama surat Al Isra menyebut masjid al aqsha, masjid terjauh. Dan ini benar. Mungkin penulisnya lupa bahwa memang SAAT ITU, baitul maqdis adalah masjid terjauh yang dikenal bangsa arab sebagai tempat peribadatan yang disucikan. Untuk dapat shalat di sana harus melakukan safar (perjalanan). Menuju ke sana membutuhkan waktu perjalanan 40 hari saat itu menggunakan unta atau berjalan kaki (menurut Al-Asfihani dalam Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an). Tidak ada masjid, tempat bersujud, tempat suci yang diakui orang arab yang lebih jauh dari baitul maqdis.

Dan jika pak dosen berargumen dengan ada “bangunan” masjid Istiqlal (di kemudian hari) yang lebih jauh maka ini apakah dia juga meyakini ada “bangunan” masjid di sidratul muntaha? Ini tidak masuk akal. Dan seperti yang saya jelaskan di atas, secara budaya, dan secara bahasa tidak ada penafsiran lain atau keragu-raguan bahwa masjidil aqsa dimana Muhammad SAW diperjalankan adalah baitul maqdis di palestina. Tidak ada masalah jika seandainya hari ini ada bangunan masjid yang lebih jauh dari baitul maqdis terhitung dari makkah. Karena istilah “masjid al aqsa” sudah menjadi nama tempat peribadatan yang berlokasi di Palestina. Dan tidaklah misalnya masjid yang baru dibangun di Alaska atau suatu masjid di tengah samudra pasifik (yang secara geografi terjauh dari makkah) akan digelari nama “masjid al aqsa”.

Tidak ada yang perlu diragukan dari informasi quran karena TIDAK SATUPUN mufassir (penafsir) quran yang menafsirkan masjidil aqsa dengan definisi masjid terjauh posisinya secara geografi selama-lamanya melainkan terjauh yang dipahami saat itu. Sebenernya ada argumen lain dari pak dosen misalnya bahwa kiblat pertama muslim bukan baitul maqdis tapi kutub utara (hanya kebetulan lurus dengan baitul maqdis) dsb tapi menurut saya tidak perlu dikomentari karena sangat tidak layak dikomentari karena sama sekali tidak ilmiah (anda bisa baca sendiri, link is included above).

Note: Saya tidak tahu penulis sebenarnya dari argumen di atas adalah benar-benar Prof Atho Mudzhar, guru besar IAIN atau bukan. Atau hanya dicatut oleh Pdt. Teguh Hindarto saya juga tidak jelas. Tapi seandainya memang benar, berarti betul sekali sang guru besar ini sedang nyeleneh. Dan saya tidak heran jika dosen IAIN ada yang nyeleneh. Contoh udah banyak.

No comments:

Post a Comment