Search This Blog

Apr 25, 2013

"TKO" nya seorang "Ahli Hadits" PERSIS

💬 : 0 comment
"TKO" nya seorang "Ahli Hadits" PERSIS. Ustad Persis yang satu ini termasuk salah satu yang "gemar" posting status sindiran buat kelompok yang mereka "bayangkan" sebagai ahlul bid'ah (wa dholalah). Saya termasuk sangat kagum karena postingannya selalu berdasarkan Quran dan Hadits. Ribuan hadits beliau hafal luar kepala, sehingga dalil-dalil begitu lengkap mengalir dalam setiap postingnya. Suatu saat beliau posting mengenai gerhana bulan. Saya coba berkomentar. Seperti biasa beliau secepat kilat menuliskan dalilnya, dua dalil sekaligus. Saya komen balik. Secepat kilat pula sang ustad menulis seperti murid nabi Sulaiman memindahkan singgasana ratu Balqis. Ketiga kalinya saya komentar, beliau katakan saya mirip JIL. Ketika saya perjelas komentar saya, beliau menghilang. Rekan beliau meneruskan menanggapi saya. Di akhir cerita saya tanyakan kemana sang Ustad? apakah sedang mencari hadits lagi? Sederhana tapi lumayan seru. Sayang saya tak temukan lagi rekaman dialog tersebut di wallnya beliau. Tapi karena lumayan lucu saya masih ingat. Berikut ini rekamannya.


Ahli Hadits: Insya alloh terjadi Gerhana Bulan Sebagian.
Tanggal 5 Jumadi Tsaniyah 1434 / 26 April 2013
Kontak Awal : 02:52.24 WIB
Kontak Tengah : 03:07.24 WIB
Kontak Akhir : 03:22.18 WIB

Komen Saya: "Ulah sholat gerhana Lur, bisi bid'ah" (Jangan sholat gerhana guys khawatir itu termasuk bid'ah)

Ahli Hadits: 

 Al-Mughirah bin Syubah berkata, "Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah pada hari meninggalnya Ibrahim. Orang mengatakan, 'Matahari gerhana karena meninggalnya Ibrahim.' Lalu Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya matahari dan bulan (adalah dua dari tanda tanda kebesaran Allah 2/30). Keduanya tidak gerhana karena meninggal atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihatnya, maka shalatlah (gerhana) dan berdoalah kepada Allah sehingga ia menjadi cerah kembali.'"
Dari Abu Bakrah: Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka dirikanlah shalat dan berdoalah hingga selesai gerhana yang terjadi pada kalian.” 


Komen Saya: Bukankah Al Mughirah dan Abu Bakrah dikenal sebagai orang yang lemah hafalannya?

Ahli Hadits: Bagaimana dengan hadits yang ini? (beliau posting hadits satu lagi)

Hadits dari Aisyah ra : 
Sesungguhnya matahari dan rembulan itu termasuk tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya terjadi gerhana bukan karena kematian atau kelahiran seseorang. Oleh sebab itu, jika kalian melihat keduanya gerhana, maka bertakbirlah, berdoalah kepada Allah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah! Hai umat Muhammad, tidak seorang pun lebih cemburu daripada Allah, bila hambanya, lelaki maupun perempuan, berbuat zina. Hai umat Muhammad, demi Allah, seandainya kalian tahu apa yang kuketahui, tentu kalian banyak menangis dan sedikit tertawa. Ingatlah! Bukankah aku telah menyampaikan. (Shahih Muslim No.1499)

Komen Saya: Pan Aisyah dengan pak Muslim can pernah kapanggih? (belum pernah ketemu?)
Ahli Hadits: maneh siga JIL (kamu seperti JIL,...yang ini bukan hadits Muslim maupun Bukhari) 
Komen Saya: Pak Muslim lahir 143 tahun setelah Aisyah meninggal. Minimal ada 3 generasi rawi antara keduanya. Jadi seharusnya disampaikannya begini: Ceuk Pak Muslim, ceuk atang, ceuk utung, ceuk otong, ceuk Aisyah,..."begini begitu begini begitu,...dst"

Ahli Hadits itu menghilang entah kemana. Rekan beliau meneruskan dialog. Diakhir posting saya tanyakan pak ahli hadits itu kemana? apakah tengah mencari cari hadits di almari? apa sedang mencari si atang, utung, dan otong?

Dialog spontan ini begitu dahsyatnya sehingga berhasil merubah cara pikir sang ustadz ahli hadits. Sehari kemudian saya lihat "wall" beliau,.. dialog itu sudah tak ada lagi. Saya komen new status beliau di wall pagi itu. "Lur gimana hadits tentang gerhana teh?"
Ahli Hadits : Tanya sendiri ama ustad Abu

ketika saya mau komen kedua kalinya tiba tiba sudah tidak bisa. Ternyata ustadz ahli hadits telah sadar dan mau berubah pikiran. Saya di unfriend oleh beliau. Beliau sadar bahwa berteman dengan orang seperti saya membuat dia harus mencari dalil lebih banyak lagi. 

Lebih serunya di wall beliau masih terus berlangsung pembicaraan antara beliau dengan ustad abu dan satu lagi friend beliau. Ketiganya tak ada yang friend dengan saya jadi saya tak bisa komen.

Ibroh Pelajaran dari Kasus Ini

Saya baru sadar ternyata ustadz ahli hadits minal Persis yang gemar mengkritik NU, bisa berubah sangat melankolis menutup diri dari "kritik balik" atas "fatwa" mereka sendiri.

Beliau sehari hari membahas masalah bid'ah dengan menisbatkannya pada saudara kita  NU (membid'ahkan beberapa amalan NU) tetapi ketika saya secara halus menyampaikan "jangan-jangan amalan yang anda anjurkan untuk sholat gerhana itu bid'ah lho pak ustad?) Kemudian saya memancing beliau untuk mengeluarkan dalilnya. Ini tentu sesuai dengan anjuran beliau bahwa setiap amalan harus ada dalilnya. Kemudian saya memancing untuk melemahkan beberapa perawi. Ketika beliau sodorkan Hadits Aisyah dalam kitab Muslim, saya mendorongnya untuk mencari sanad nya dengan mengatakan Aisyah tisak ketemu Muslim. Nampaknya beliau tidak siap untuk menanggapi hal seperti ini. Sebenarnya jika beliau kemukakan sanadnya, saya juga tidak bisa membantah. Tapi tentu pertanyaan saya jadi semakin banyak. deretan orang yang ada dalam sanad itu "rencana"nya akan saya lemahkan satu persatu.

Sebenarnya saya tidak suka berdebat, tapi saya merasa ada yang salah dari ustad minal Persib yang satu ini. bahasannya tak ada yang lain kecuali bid'ah yang diarahkan pada amalan amalan NU. Saya seringkali kemukakan pada beberapa rekan. Jika semua orang NU meninggalkan semua yang mereka sebut sebagai bid'ah itu lalu mereka mau membahas apa lagi? Jangan jangan pengajian sudah tamat?

Shalat Gerhana vs Memperhatikan Ayat Kauniyah

Saya tentu saja tidak akan membahas hadits tentang sholat gerhana itu shahih atau bukan. Tapi kalau kita tengok perselisihan umat dalam penentuan awal bulan dalam kalender hijriyah, kemudian kita perhatikan cara "ulama" mensikapi fenomena gerhana bulan, sungguh sangat memprihatinkan. Fenomena gerhana bulan ini setidaknya menjadi fakta empirik mengenai dua hal saintifik:
1. Bumi itu bulat, bukan datar sebagaimana fatwa Mufti Besar Arab Saudi Pak Syeikh Abdullah bin Baz
2. Penentuan awal bulan hijriyah tetap harus dilakukan tiap akhir bulan di semua posisi bujur di muka bumi ini, dan tidak bisa disamakan dengan Arab Saudi sebagai acuan.

Kita, terutama yang berbaju "Ulama" dituntut untuk memperhatikan sisi lain dari fenomena gerhana bulan ini. Agar ketika harus berfatwa tidak lagi melontarkan fatwa yang menggelikan (baca: memalukan).



No comments:

Post a Comment