Search This Blog

Apr 30, 2013

Mungkinkah Partai Islam Bersatu?

💬 : 0 comment
Mungkinkah Partai Islam bersatu?
Kalau kita bicara pada tataran ideal, seharusnya cukup satu partai Islam saja di suatu negara. Sehingga umat tidak terpecah-pecah pilihannya kepada beberapa partai yang sama-sama berbasis Islam.

Namun entah bagaimana, akhirnya masing-masing elemen umat Islam malah sibuk mendirikan partai sendiri-sendiri. Dan yang jadi musibah lebih besar, mereka memperebutkan 'kue' yang sama. Meski 'kue' itu besar, tetapi kalau diperebutkan oleh banyak partai, akhirnya masing-masing kebagian jatah kecil-kecil.


Masih untung kalau pembagian kue itu dijalankan secara sportif dan elegan. Tetapi sayangnya, di tataran akar rumput suasananya agak berbeda dibandingkan tataran para elit. Tarik menarik, dorong mendorong, caci mencaci, saling umpat, saling hujat, saling cemooh dan saling menghalalkan segala cara, agaknya menjadi fenomena yang nyaris sulit dihindari.

Rupanya kedewasaan bersikap di tataran elit politik kadang juga ikut dipengaruhi suasana di lapangan. Kadang meski sudah masuk ke level elit, sikapnya masih menggambarkan sikap akar rumput.

Trend Menggeser Pemilih

Karena kue yang diperebutkan itu ternyata sejak awal memang kecil, maka sebagian besar partai berbasis Islam itu mulai cari alternatif. Rupanya mereka mulai banyak belajar, bahwa perilaku bangsa muslim terbesar ini rada-rada unik. Kenyataan di lapangan, tidak mentang-mentang beragama Islam, lantas kalau nyoblos pasti pilih partai berbasis Islam.

Oleh karena itu, Islam nampaknya tidak terlalu menjadi 'jualan' utama seperti awalnya dulu. Sebab yang 'dagang' dengan merek Islam sudah terlalu banyak, lagi pula ternyata 'selera pasar' sudah bukan lagi kesana arahnya.

Mereka yang terdidik dan memilih berdasarkan faktor rasio dan logika keislaman ternyata masih terlalu kecil bobotnya. Karena itulah banyak partai berbasis Islam yang rontok di awal reformasi, lantaran mereka terlalu mengandalkan pemilih militan.

Padahal kenyataanya, kebanyakan rakyat tidak memilih berdasarkan rasio atau kualitas keagamaan, tetapi lebih kepada banyak faktor-faktor lain. Maka kalau kita amati, meski masih tidak lepas dari ciri keislaman, tetapi issu-issu yang diangkat oleh masing-masing partai Islam itu sudah kurang kental bau syariahnya.

Kalau dulu, teriakan dalam kampanye masih berbunyi : Ayo tegakkan syariat Islam, ayo bangun peradaban Islam, ayo usung hukum Islam". Lalu disambut dengan gema takbir dan semangat dakwah, jihad dan militansi menegakkan syariah.
Tetapi sekarang kita bisa lihat dan dengar langsung sudah terjadi begitu banyak perubahan. Mengapa?

Sebabnya sederhana, karena kumpulan calon pemilih yang dijadikan sasaran memang kurang berminat untuk berjihad, dakwah atau menegakkan syariah. Meski masih beragama Islam, tetapi issue seperti di atas buat mereka bukan issu yang menarik. Maka harus dibuatkan issu-issu lain yang sekiranya bisa menarik hati calon pemilih.

Yah, namanya saja partai politik, harus pandai-pandai berpolitik. Kalau terlalu lurus dan jujur dalam idealisme dasar, sudah bisa dipastikan akan gugur di tengah jalan, karena tidak akan ada yang memilih.

Secara sederana bila dibilang, sekarang harus ikut 'selera pasar', kalau mau laku jualannya.

Mungkinkah Bekerja Sama?

Idealnya memang masing-masing partai yang punya konsern tersendiri kepada umat Islam itu sering-sering bersilaturrahim sesama mereka. Sehingga akan memperkecil perbedaan visi serta langkah-langkah strategis di antara mereka. Mereka bisa memperjuangkan segala sesuatunya secara bersama-sama, demi kepentingan umat Islam.

Bukankah silaturahim itu sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW? Bukankah sesama umat Islam harus saling menguatkan? Bukankah sesama umat Islam itu kita harus 'merendahkan sayap'?

Namun sampai saat ini kenyataannya masih jauh dari harapan. Paling tidak, itulah yang oleh banyak kalangan dirasakan dan disaksikan langsung. Rupanya meski masing-masing partai itu punya konsern kepada masalah umat, namun mereka punya kebijakan sendiri-sendiri, termasuk dalam mengusung calon pemimpin untuk suatu wilayah.

Memang masalah inilah sebenarnya yang paling krusial untuk dakwah di bidang politik di negeri kita. Intinya, bagaimana mengatukan visi dan langkah bersama sesama pengusung partai berbasiskan umat Islam.

Sayangnya, latar belakang sejarah negeri ini juga kurang memberikan harapan. Beberapa partai Islam di masa lalu juga mengalami kendala serupa. Bahkan hanya sekali saja tercatat semuanya bisa berfusi dalam satu partai, yaitu di zaman kejayaan Masyumi. Setelah itu masing-masing punya jalan sendiri-sendiri. Bahkan tidak jarang justru terlibat konflik horisontal antara sesama mereka.

Kalau kita lihat dengan perspektik lebih luas, sebenarnya penyakit seperti ini juga melanda berbagai pejuang Islam di berbagai negeri. Misalnya, di Palestina ada faksi Hamas dan Fatah yang jarang terlilhat akur. Padahal basisnya sama-sama umat Islam, bahkan musuh bersamanya juga jelas di depan hidung. Hal yang sama juga terdapat di Afghanistan dan beragam negeri lainnya.

Selama masing-masing kelompok masih membanggakan dirinya sendiri, selama itu pula potensi umat yang sebenarnya luar biasa ini malah menjadi tidak ada apa-apanya. Persis seperti yang digambarkan Al-Quran:

Kemudian mereka menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka. (QS. Al-Mu'minun: 53)

Rasa bangga atas kelompok ini pula sebenarnya yang dahulu melahirkan banyak partai Islam. Padahal seharusnya partai Islam itu satu saja tapi besar dan mayoritas. Bukan seperti sekarang ini, banyak tapi kecil-kecil, tidak kompak pula.

Begitulah,tiap-tiap tokoh merasa harus jadi raja meski dengan kerajaan kecil-kecil. Mereka tidak rela untuk jadi bagian dari sebuah kerajaan besar. Mungkin inilah yang seringkali disebut sebagai megalomania.

Di masa mendatang, kita perlu memberikan pendidikan politik syariah (siyasah syar'iyah) yang lebih mengedepankan persatuan dan kesatuan umat, menepis semua bentuk perbedaan pendapat serta tidak mengajarkan rasa bangga atas kelompok, golongan, jamaah atau faksi.


Mimpi Bersama?


Bersatunya seluruh partai Islam masih menjadi mimpi panjang yang entah kapan akan jadi kenyataan. Kalau kita hanya sibuk bermimpi, saya khawatir kerjaan kita hanya tidur saja. Sebab yang namanya mimpi biasanya terjadi sewaktu kita tidur, bukan?

Kalau sekarang ini kita terlalu berharap jauh, nanti kita kecewa berkepanjangan. Maka rasanya kita jangan terlalu berharap kemajuan umat ini hanya lewat satu pintu saja, yaitu pintu politik.

Sebab di luar pintu politik, sebenarnya masih banyak jalan yang terbentang di depan kita yang masih perlu kita garap. Ketimbang rebutan 'kue' yang hanya tersisa sedikit, kenapa kita tidak membuat kue yang lain?

Mungkin ada benarnya pemikiran sebagian ulama, yang mengajak untuk menghindari konflik antar sesama partai Islam. Dan kemudian potensi-potensi terpendam dari umat ini lebih dikonsentrasikan untuk membangun wilayah yang belum tergarap. Sehingga di lapangan kita tidak perlu rebutan lahan dan pekerjaan.

Yang ahli berpolitik silahkan kerjakan tugasnya, tapi syaratnya jangan berpolitik curang, atau berantem sesama politikus yang ingin memperjuangkan Islam.


Yang ahli di bidang teknologi, silahkan ciptakan temuan-temuan terbaru yang bisa bikin umat Islam berbangga. Kalau perlu ciptakan teknologi yang tepat guna dan menghasilkan devisa buat bangsa.

Yang ahli pendidikan, lakukan reformasi pendidikan yang lebih manusiawi dan meningkatkan kualitas umat. Jadikan sistem pendidikan kita yang terbaik di dunia.

Yang punya banyak ilmu agama, seperti para ulama dan para ustadz, silahkan amalkan ilmunya dengan memproduksi lebih banyak lagi kader-kader muda yang lebih paham agama. Jadikan umat Islam ini melek dengan ilmu-ilmu agamanya sendiri.

Yang penting, tiap orang bekerja sesuai dengan kafa'ah (kemampuan) yang dimilikinya. Dan jangan sampai campur aduk, karena bila suatu pekerjaan diserahkan kepada mereka yang bukan ahlinya, tunggu saja kehancurannya.

Ungkapan itu bisa kita tambahi menjadi : bila satu lowongan pekerjaan diperebutkan banyak orang, tunggulah berantemnya.

Jadi mari kita berhenti mimpi, bangunlah dan mulai bekerja lah. Lowongan kerja itu sangat banyak, dan tidak harus selalu lewat jalur partai politik. Masih ada seribu pintu lain yang sama sekali belum kita jamah. Maka waktunya kita bekerja di bidang masing-masing, tetapi tetap bersinergi dan menjaga ukhuwah Islamiyah. Bukankah itu jauh lebih indah?

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Rumah Fiqh, Ahmad Sarwat, Lc.


No comments:

Post a Comment