Search This Blog

Sep 17, 2014

Perang Salib Kelima, Perang Salib Keenam, Perang Salib Ketujuh

💬 : 0 comment
Perang Salib Kelima (1217–1221) adalah upaya untuk merebut kembali Yerusalem dan seluruh wilayah Tanah Suci lainnya dengan pertama-tama menaklukkan Dinasti Ayyubiyyah yang kuat di Mesir.

Paus Honorius III mengorganisir Tentara Salib yang dipimpin oleh Leopold VI dari Austria dan Andrew II dari Hongaria, dan sebuah serangan terhadap Yerusalem akhirnya menyebabkan kota itu tetap berada di tangan pihak Muslim. Belakangan pada 1218, sebuah pasukan Jerman yang dipimpin oleh Oliver dari Koln, dan sebuah pasukan campuran Belanda, Vlams dan Frisia yang dipimpin oleh William I, Adipati Belanda tiba. Untuk menyerang Damietta di Mesir, mereka bersekutu dengan Kesultanan Rûm Seljuk di Anatolia, yang menyerang Dinasti Ayubi di Suriah dalam upaya membebaskan Tentara Salib dari pertempuran di dua front.

Setelah menduduki pelabuhan Damietta, para Tentara Salib berbaris ke selatan menuju Kairo pada Juli 1221, tetapi mereka berbalik setelah pasokan mereka berkurang dan menyebabkan mereka harus mengundurkan diri. Sebuah serangan malam oleh Sultan Al-Kamil menyebabkan kerugian besar di kalangan Tentara Salib dan akhirnya pasukan itu pun menyerah. Al-Kamil sepakat untuk mengadakan perjanjian perdamaian delapan tahun dengan Mesir.

Seruan untuk berperang


Pada musim semi 1213, Paus Inosensius III menerbitkan bula kepausan Quia maior, yang menyerukan kepada seluruh Dunia Kristen untuk bergabung dalam sebuah Perang Salib yang baru. Namun raja-raja dan kaisar-kaisar Eropa, sedang sibuk berperang di antara mereka sendiri. Pada saat yang sama, Paus Inosensius III tidak menginginkan bantuan mereka, karena perang salib sebelumnya yang dipimpin oleh raja-raja pernah gagal. Ia memerintahkan diadakanya prosesi, doa, dan mengkhotbahkan seruan untuk mengorganisir Perang Salib itu, dengan harapan untuk melibatkan penduduk umumnya, para bangsawan kecil, dan para ksatria.

Pesan yang mengandung seruan berperang ini disampaikan di Prancis oleh Robert dari Courçon. Namun, berbeda dengan Perang Salib lainnya, tidak banyak ksatria Prancis yang ikut serta, karena mereka sudah berperang dalam Perang Salib Albigensia melawan sekte Kathar yang sesat di Pranis selatan.

Pada 1215 Paus Inosensius III menghimpun Konsili Lateran IV. Dengan rekan-rekannya, antara lain Patriarkh Latin dari YJerusalem, Raoul dari Merencourt, ia membahas perebutan kembali Tanah Suci, di antara urusan gereja lainnya. Paus Inosensius ingin peperangan ini dipimpin oleh kepausan, seperti yang mestinya terjadi dengan Perang Salib Pertama untuk menghindari kesalahan-kesalahan Perang Salib Keempat, yang diambil alih oleh bangsa Venezia. Paus Inosensius merencanakan para perwira Salib bertemu di Brindisi pada 1216, dan melarang perdagangan dengan pihak Muslim, untuk memastikan bahwa para perwira Salib akan memiliki kapal dan senjata. Setiap perwira Salib akan menerima indulgensi, termasuk mereka yang hanya ikut menolong membayar biaya-biaya seorang perwira Salib, namun tidak pergi sendiri dalam peperangan.

Perang Salib Keenam


Perang Salib Keenam dimulai pada tahun 1228 sebagai upaya untuk mendapatkan kembali Yerusalem. Itu dimulai tujuh tahun setelah kegagalan Perang Salib Kelima. Frederick II, Kaisar Romawi Suci, telah melibatkan dirinya secara luas dalam Perang Salib Kelima, dengan pengiriman pasukan dari Jerman, tapi ia gagal mendampingi pasukannya secara langsung, walau ada dorongan dari Honorius III dan kemudian Gregorius IX, saat ia diperlukan untuk mengkonsolidasikan posisinya di Jerman dan Italia sebelum memulai sebuah perang salib. Namun, Frederick berjanji untuk pergi pada perang salib setelah penobatannya sebagai kaisar pada 1220 oleh Paus Honorius III.

Pada 1225 Frederick menikahi Yolande dari Yerusalem (juga dikenal sebagai Isabella), putri John dari Brienne, calon penguasa Kerajaan Yerusalem, dan Maria dari Montferrat. Frederick kini punya klaim pada kerajaan yang terpecah, dan mempunyai alasan untuk berusaha memulihkannya. Pada 1227, setelah Gregorius IX menjadi Paus, Frederick dan pasukannya berlayar dari Brindisi menuju Acre, tetapi karena sebuah epidemi penyakit menyebabkan ia kembali ke Italia. Gregorius mengambil kesempatan ini untuk mengucilkan Frederick untuk tentara salib yang melanggar sumpah, walaupun ini hanya alasan, seperti Frederick sudah selama bertahun-tahun telah berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaan kekaisaran di Italia dengan mengorbankan kepausan.

Gregorius menyatakan bahwa alasan bagi ekskomunikasi Frederick adalah keengganan untuk meneruskan perang salib. Untuk Gregory, perang salib hanyalah alasan untuk mengucilkan kaisar. Frederick berusaha untuk bernegosiasi dengan Paus, tapi akhirnya memutuskan untuk mengabaikannya, dan berlayar ke Suriah pada 1228 meskipun ekskomunikasi, dan tiba di Acre pada bulan September.

Perang Salib Ketujuh


Perang Salib Ketujuh (1248-1254) adalah perang salib yang dipimpin oleh Louis IX dari Perancis. Sekitar 50.000 bezant emas (suatu jumlah yang setara dengan seluruh pendapatan tahunan dari Perancis) dijadikan tebusan untuk membebaskan Raja Louis yang bersama dengan ribuan pasukannya, ditangkap dan Mesir dikalahkan oleh pasukan yang dipimpin oleh Sultan Ayyubiyah Turansyah didukung oleh Bahariyya Mamluk dipimpin oleh Faris ad-Din Aktai, Baibars al-Bunduqdari, Qutuz, Aybak dan Qalawun.

Latar Belakang


Pada 1244, para Khwarezmians merebut Yerusalem dalam perjalanan mereka ke sekutu dengan Mamluk Mesir. Sehingga kembali Yerusalem dikuasai muslim, namun kejatuhan Yerusalem tidak lagi merupakan sebuah peristiwa menghancurkan dunia Kristen Eropa, yang telah melihat perpindahan kota itu dari kistiani kepada muslim ke sekian kali dalam dua abad terakhir. Kali ini, meskipun panggilan dari Paus, tidak ada antusiasme populer untuk perang salib baru.

Paus Innosensius IV dan Frederick II, Kaisar Romawi Suci melanjutkan perjuangan kepausan-kekaisaran. Frederick ditangkap dan dipenjarakan ulama dalam perjalanan ke Konsili Lyon, dan pada 1245 ia secara resmi digulingkan oleh Innosensius IV. Paus Gregorius IX juga telah ditawarkan sebelumnya saudara Raja Louis, pangeran Robert of Artois, tetapi Louis menolak. Dengan demikian, Kaisar Romawi Suci tidak dalam posisi untuk perang salib. Henry III dari Inggris itu masih berjuang dengan Simon de Montfort dan masalah lain di Inggris. Henry dan Louis tidak dalam saat yang terbaik, yang terlibat dalam Capetia-Plantagenet perjuangan, dan sementara Louis sedang pergi berperang raja Inggris menjanjikan menandatangani gencatan senjata untuk tidak menyerang tanah Perancis. Louis IX juga mengundang Raja Haakon IV dari Norwegia untuk perang salib, mengirim penulis sejarah inggris Matius Paris sebagai seorang duta besar, tapi sekali lagi tidak berhasil. Satu-satunya orang yang tertarik memulai perang salib yang lain karena itu Louis IX, yang menyatakan niat untuk pergi Timur pada 1245.

Perang Salib Utara


Perang Salib Utara atau Perang Salib Baltik adalah perang salib yang dilakukan oleh raja Denmark dan Swedia, melawan orang-orang yang menganut paganisme di Eropa Utara sekitar pantai utara dan timur Laut Baltik. Kampanya Swedia dan Jerman melawan Gereja Ortodoks Rusia juga dikatakan sebagai bagian dari Perang Salib Utara.

Catatan Kaki:
Kutip:
Indulgensi adalah pengurangan hukuman (yang diakibatkan oleh dosa) untuk dosa yang sudah diampuni. Dalam ajaran Katolik, Tuhan memberikan wewenang kepada Gereja untuk memberikan indulgensi karena melakukan perbuatan-perbuatan atau doa-doa tertentu, sehingga saat melakukan perbuatan atau doa tersebut, dapat memperoleh indulgensi. Meskipun indulgensi tidak dapat dipergunakan untuk orang lain yang masih hidup, seseorang dapat membantu jiwa-jiwa di api penyucian agar lebih cepat tiba di surga dengan mempergunakan indulgensi yang kita terima untuk membantu mereka melunasi hutang dosa mereka kepada Tuhan.

Sumber:
Jonathan Riley-Smith, The Oxford History of the Crusades. Oxford, 1995.
Wikipedia.
http://indonesiaindonesia.com/f/91296-perang-salib-edisi-lengkap/

No comments:

Post a Comment